DEMO 212
Jokowi-JK Ikut Salat Jumat 212, Ahok Tamat

susana demo 2 desember 2016
Kehadiran Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Jusuf Kalla (JK) pada aksi Bela Islam Jilid III di Kawasan Monas, Jakarta, Jumat (2/12/2016) dinilai sebagai sinyal bahwa Jokowi tak lagi melindungi tersangka penista agama, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Bahkan, salat Jumat bersama mantan Gubernur Jakarta itu dengan umat dan ulama menunjukkan, seakan Jokowi ‘merestui’ Ahok ditahan. Dengan demikian Ahok sudah tamat.
Tokoh GNPF-MUI, Ustad Erick Yusuf mengemukakan, kehadiran Presiden Jokowi untuk salat berjamaah dengan peserta aksi Bela Islam III menunjukkan Jokowi mendukung aksi itu.
“Kehadiran presiden itu sebuah dukungan kepada umat untuk menyelesaikan kasus penistaan agama dengan baik sesuai tuntutan umat Islam,” ujar Erick dalam perbincangan disebuah stasiun TV, Sabtu (3/12/2016).
Menurut Koordinator Media Center GNPF itu, dukungan presiden itu membuat umat Islam yakin penista agama akan ditahan. “kita meyakininya,” ujar Erick.
Sementara itu, Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis, juga menyatakan saat ini umat Islam tetap menuntut penegakan hukum terhadap tersangka penista agama. Umat Islam meminta agar ada proses hukum yang adil terhadap Ahok yang telah menjadi tersangka penista agama. "Kita akan tetap menuntut penegakan hukum. Ahok harus diproses dengan adil," jelasnya.
Ahok Selesai
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan, Bandung, Asep Warlan Yusuf, mengatakan bahwa dari segi norma apapun, tidak ada celah bagi Ahok lolos dari kasus penistaan agama yang dilakukannya. Bahkan, menurut Asep, tidak ada kekuatan apapun yang bisa menyelamatkannya.
"Jadi ada empat norma yang ada yaitu norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma kebiasaan. Penistaan yang dilakukan Ahok terhadap Al Quran sudah memenuhi empat norma tersebut. Jadi tidak ada celah dan tidak ada satupun kekuatan yang bisa melindungi Ahok dari kasus tersebut," ujar Asep, di Jakarta, Jumat (2/12/2016).
Asep menjelaskan berdasarkan norma hukum, Ahok jelas sudah melanggar aturan hukum mulai dari UUD 45, sampai KUHP tentang penistaan agama. Dia, ujar Asep, jelas sudah melanggar norma agama terutama agama Islam.
"Dia juga melanggar hukum kesusilaan atau moral karena penistaan kepada satu agama adalah tidak bermoral. Juga norma kebiasaan karena sangat tidak mungkin seorang pejabat publik melakukan itu. Jadi baik dari hukum positif, politik, etika dan lain-lain, dia tidak mungkin bisa lolos," tegasnya.
Menurut Asep, meski ada berbagai isu maupun fakta bahwa pihak berwenang terkesan melindungi Ahok, namun hal itu diyakini Asep tidak akan bisa menahan masyarakat untuk bisa mendapatkan keadilan sampai Ahok dihukum. Asep mendesak aparat menegakkan hukum menjalankan tugasnya memproses Ahok.
Guru Besar Hukum Tata Negara ini mengemukakan, kasus ini tidak boleh dibiarkan. “Jika sampai Ahok lolos dalam kasus ini, tidak ada jalan lain selain menggunakan tekanan publik. Untuk itu publik harus bergerak. People power adalah jalan terakhir kalau negara tidak bergerak dan harus ditekan. Terbukti dari demo 4/11 dan 2/12 kemarin," paparnya.
Gugur di Pilkada
Sementara itu, kasus yang menimpa Ahok tersebut dinilai mantan Anggota DPR RI Ahmad Yani sangat berpengaruh pada pencalonan Ahok dalam Pilkada 2017. Ia memprediksi, Pilgub DKI Jakarta 2017 hanya akan diperebutkan oleh dua pasangan saja.
Menurutnya, pusaran pertarungan akan berlangsung sengit antara pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno melawan Agus Harimurti-Sylviana Murni.
"Pilkada DKI ini akan berlangsung ketat. Tapi, pertarungan bisa dibilang hanya persaingan antara pasangan Anies-Sandi versus Agus-Sylvi," kata Yani saat dihubungi di Jakarta.
Sedangkan peluang petahana Ahok, menurut Yani, sudah tamat. Mengingkat elektabilitas Ahok yang terus merosot hingga dibawah angka 50 persen.
"Sebagai petahana, survei terakhir memperlihatkan elektabilitas Ahok yang dibawa 50 persen sulit ditolong, dia sudah game over. Hampir mustahil untuk di-rebound," katanya.
Yani menilai, kekecewaan dan kemarahan warga Jakarta terhadap kepemimpinan Ahok sudah klimaks. Hal itu semakin diperkuat hasil simulasi survei terakhir.
Selain itu, Yani juga menyebut gaya kepemimpinan Ahok yang selama ini berlaga seperti penguasa otoriter juga menambah alasan kekesalan pemilih hak suara di DKI.
"Komunikasi Ahok dengan DPRD yang sangat buruk, orang yang rasional akan menganggap sebagai tanda Ahok tidak cakap dalam memimpin. Ingat, tanpa kerjasama yang baik dengan legislatif, mustahil Pemda DKI bisa memperbaiki manajemen pengelolaan keuangan. UU kita jelas mengamanatkan eksekutif dan legislatif wajib bersama-sama, tidak bisa semau-maunya jalan sendiri," tegas politisi PPP ini.
Pengamat Sosial Politik The Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo mengatakan, yang pasti Jokowi tidak melindungi Ahok sehingga menyerahkan sepenuhnya kasus yang menjeratnya pada hukum. Namun Jokowi juga tidak memusuhi Ahok yang pernah mendampinginya saat menjadi gubernur DKI Jakarta. Karyono menilai, Jokowi yang menemui peserta aksi 212 menunjukkan sosok presiden yang membaur dengan rakyat.
"Saya kira Jokowi juga tahu peserta aksi 212 menuntut agar presiden tidak mengintervensi kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok. Tetapi itu tidak membuat harus menghindar tapi Jokowi hadapi dengan kelembutan," ujarnya kepada Harian Terbit, Jumat (2/12/2016).
Sementara itu pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Zaki Mubarak mengatakan, berbaurnya Jokowi dengan peserta aksi 212 belum bisa dipastikan tidak melindungi Ahok. Untuk mengetahuinya maka harus menunggu beberapa hari kedepan. Tapi aksi 212 agar Ahok ditahan setelah menjadi tersangka menunjukkan tekanan publik yang semakin kuat, tidak hanya di Jakarta tapi juga diseluruh Indonesia.
"Jadi pemerintah jangan bermain mata dalam proses hukum Ahok," tegasnya.
Zaki mengapresiasi Jokowi yang mau menemui peserta aksi dan sholat Jumat berjamaah. "Ikut sholatnya Pak Jokowi telah membangun suasana yang kondusif dan adem. Menunjukkan juga pemerintah hadir, memperhatikan aspirasi warga masyarakat," paparnya.
Keutuhan NKRI
Sementara aktivis 98 Edyasa Tarigan Girsang mengatakan, saat ini Presiden dan penegak hukum harus cepat memutuskan sanksi pidana terhadap Ahok atas ucapannya yang menyinggung umat beragama. Jika Ahok dipenjara maka keutuhan Negara Republik Indonesia tetap terjaga. Karena saat ini perasaan kebangsaan tersinggung atas kelakuannya.
"Kami mengapresiasi kehadiran Presiden walau tetap merespon agar hukum tegak dan Indonesia bisa bangkit melawan intervensi modal asing," paparnya.